1. Penelusuran Benang Merah (Study in Scarlet)
1.3 Kesimpulan
Kami semua telah diperingatkan untuk menghadiri sidang pada hari Kamis, tapi sewaktu Kamis tiba, kami ternyata tidak perlu lagi memberikan kesaksian. Hakim yang Agung telah mengambil alih kasus ini, dan Jefferson Hope telah dipanggil untuk menghadap sidang pengadilan yang seadil-adilnya. Pada malam ia tertangkap, jantungnya pecah, dan ia ditemukan pagi harinya dalam keadaan tak bernyawa. Ia berbaring di lantai sel dengan senyum damai di wajahnya, seakanakan saat maut menjemputnya, ia mampu melihat kembali kehidupannya dan merasa hidupnya telah berguna, pekerjaannya telah diselesaikan dengan baik.
"Gregson dan Lestrade akan mengamuk karena kematiannya," kata Holmes saat kami
membicarakan hal itu pada malam harinya. "Di mana iklan besar mereka sekarang?"
"Mereka kan memang tak berperan dalam penangkapanJefferson Hope," ujarku.
"Apa pun yang kaulakukan di dunia ini tidaklah penting," tukas temanku dengan pahit.
"Yang penting, kau bisa membuat orang-orang percaya bahwa itu hasil pekerjaanmu! Tidak apa,"
lanjut Holmes dengan lebih ceria, setelah diam sejenak. "Aku sudah merasa beruntung dapat
menyelidiki kasus ini dan memecahkannya. Ini kasus terbaik yang pernah kutangani. Meskipun
sederhana, ada beberapa hal yang sangat instruktif dalam kasus ini."
"Sederhana!" semburku.
"Well, sulit untuk dikatakan lain," kata Holmes, tersenyum melihat keterkejutanku. "Bukti
bahwa kasus ini pada dasarnya sederhana adalah, tanpa bantuan apa pun kecuali beberapa deduksi
biasa, aku sudah bisa menangkap pelakunya dalam tiga hari."
"Itu benar," kataku.
"Aku pernah menjelaskan bahwa apa yang tidak biasa umumnya lebih merupakan panduan
daripada hambatan. Kunci pemecahan masalah seperti ini adalah berpikir mundur. Itu langkah yang
sangat berguna dan sangat mudah, tapi jarang dilakukan orang. Dalam kehidupan sehari-hari,
berpikir maju memang lebih praktis, karena itu cara berpikir yang lainnya dilupakan. Perbandingan
jumlah orang yang biasa berpikir sintetis dan orang yang berpikir analitis adalah lima puluh banding
satu."
"Aku tidak mengerti maksudmu," kataku bingung.
"Sudah kuduga. Coba kuperjelas... Sebagian besar orang, jika mendengar rangkaian
peristiwa, pasti bisa mengatakan hasil akhirnya. Mereka menyatukan rangkaian kejadian itu dalam benak mereka, dan menarik kesimpulan logis tentang akibat yang mungkin timbul. Tapi jika
situasinya terbalik, jika kita memberitahu mereka hasil akhirnya dan meminta mereka merunut
kejadian-kejadian sebelumnya, hanya sedikit orang yang mampu melakukannya. Itu yang kumaksud
dengan berpikir mundur atau berpikir analitis."
"Aku mengerti sekarang," kataku.
"Nah, dalam kasus Jefferson Hope ini, kita mendapatkan hasil akhirnya dan harus
menyimpulkan sendiri semua yang terjadi sebelumnya. Sekarang biar kujelaskan langkah-langkah
pemikiranku. Kita mulai dari awal sekali. Seperti kauketahui, aku mendekati rumah tempat
pembunuhan itu terjadi dengan berjalan kaki, pikiranku kukosongkan sama sekali dari kesan apa
pun. Sewajarnya aku mulai memeriksa dari jalan, dan di sana kudapati bekas jejak kereta yang
lewat malam sebelumnya. Aku menyimpulkan bahwa kereta itu taksi dan bukan kereta pribadi
berdasarkan sempitnya jarak antara roda. Kereta biasa di London umumnya lebih sempit
dibandingkan kereta pribadi orang kaya.
"Ini penemuan pertama. Lalu perlahan-lahan kususuri jalan setapak di taman, yang
kebetulan terbuat dari tanah liat, sangat sesuai untuk mencetak jejak. Tidak ragu lagi bagimu yang
terlihat hanyalah puluhan jejak yang tumpang tindih, tapi bagi mataku yang terlatih, setiap tanda
pada permukaan tanah memiliki arti tersendiri. Tidak ada cabang ilmu detektif yang begitu penting
dan begitu disia-siakan selain seni melacak jejak. Untungnya, selama ini aku selalu menekankan
bidang itu, dan karena aku banyak berlatih, melacak jejak telah menjadi kebiasaan yang mendarah
daging bagiku. Kembali ke jejak-jejak di taman. Aku melihat jejak-jejak berat petugas polisi, juga
jejak dua orang pria yang lebih dulu melintasi taman. Mudah sekali untuk menentukan bahwa jejakjejak
itu berada di sana sebelum yang lainnya, karena di beberapa tempat mereka menghilang
tertutup jejak lain di atasnya. Kini aku memiliki mata rantai kedua, yaitu bahwa pengunjung di
malam hari itu dua orang jumlahnya, satu sangat jangkung—kuhitung dari lebar langkahnya—dan
yang lain berpakaian bagus, menilai jejak sepatu botnya yang kecil serta anggun.
"Begitu memasuki rumah, aku mendaparkan konfirmasi penemuan kedua ini. Pria bersepatu
bot bagus tergeletak di depan mataku. Kalau begitu, pria yang jangkung adalah pembunuhnya, jika
ini memang pembunuhan. Tidak ada luka pada mayat, tapi ekspresi kengerian di wajahnya
meyakinkan diriku kalau ia telah mengetahui nasibnya sebelum tiba. Orang yang tewas akibat
serangan jantung atau sebab-sebab alamiah apa pun, tidak pernah menampakkan kengerian pada
wajahnya. Saat mengendus bibir mayat itu, aku mendeteksi bau yang agak masam, dan aku
menyimpulkan bahwa ia telah dipaksa menelan racun. Dari mana aku tahu ia dipaksa? Sekali dari ekspresinya... ekspresi kebencian dan ketakutan. Jangan membayangkan bahwa ini ide yang sama
sekali baru. Meracuni dengan paksa pernah terjadi pada kasus Dolsky di Odessa dan kasus Leturier
di Montpellier.
"Sekarang kita tiba pada pertanyaan besarnya. Mengapa? Apa motif pembunuhan ini?
Perampokan jelas bukan, karena tidak ada yang diambil. Mungkinkah politik atau wanita? Aku
cenderung memilih yang kedua. Pelaku pembunuhan politik biasanya ingin melakukan tugasnya
dengan secepat mungkin lalu melarikan diri. Pembunuhan ini, sebaliknya, dilakukan dengan tenang
dan terencana, pelakunya meninggalkan jejak di seluruh ruangan, menunjukkan bahwa ia cukup
lama berada di sana. Ya, pasti kesalahan pribadi, bukan kesalahan politik, yang mengakibatkan
pembalasan yang sedemikian terencana. Sewaktu tulisan di dinding ditemukan, aku semakin yakin
dengan pendapatku. Tulisan itu jelas pengalih perhatian. Dan sewaktu cincinnya ditemukan, tak ada
keraguan lagi dalam benakku. Aku berani memastikan bahwa sang pembunuh telah menggunakan
cincin itu untuk mengingatkan korban akan seorang wanita yang kemungkinan besar telah tewas.
Pada saat inilah aku bertanya kepada Gregson, apakah ia telah mengirim telegram ke Cleveland
unruk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan masa lalu Mr. Drebber. Kauingat, Gregson
mengatakan tidak.
"Lalu aku memeriksa ruangan, dan apa yang kutemukan di situ mengkonfirmasikan
pendapatku tentang tinggi badan pelaku, juga memberiku rincian tambahan, yaitu abu cerutu
Trichinopoly dan panjang kuku jarinya. Sebelumnya aku sudah menyimpulkan—karena ridak ada
tanda-tanda perkelahian—bahwa darah yang berceceran di lantai menyembur dari hidung pelaku
karena emosinya yang terlalu meluap. Jejak darah itu ternyata sesuai dengan jejak kakinya. Jarang
sekali ada orang yang sampai berdarah begini karena emosi, kecuali kalau ia berdarah panas, jadi
kuperkirakan penjahat ini bertubuh kekar dan berwajah kasar. Kejadian selanjutnya membuktikan
kebenaran penilaianku.
"Setelah meninggalkan TKP aku melakukan apa yang enggan dikerjakan Gregson. Kukirim
telegram ke Kepolisian Cleveland, membatasi pertanyaanku hanya seputar situasi yang berkaitan
dengan pernikahan Enoch Drebber. Jawabannya cukup jelas. Aku diberitahu bahwa Drebber pernah
meminta perlindungan polisi karena ia dikejar-kejar oleh pesaing lamanya dalam urusan cinta.
Pesaing ini bernama Jefferson Hope, dan orang itu sekarang berada di Eropa. Nah, kini aku telah
mengetahui nama si pembunuh; masalahnya hanyalah, bagaimana aku bisa menangkapnya.
"Aku merasa yakin bahwa orang yang berjalan ke dalam rumah bersama Drebber tidak lain
adalah kusir keretanya. Tanda-tanda di jalan menunjukkan bahwa kudanya berkeliaran agak jauh, berarti kuda itu tak ada yang menjaga. Kalau begitu, di mana kusirnya? Pasti di dalam rumah,
bukan? Lagi pula, tak ada orang yang akan melakukan pembunuhan di depan mata pihak ketiga,
yang jelas akan melaporkannya. Dan alasan terakhir... seandainya seseorang ingin menguntit orang
lain di London, cara apa yang lebih baik daripada menjadi kusir kereta? Semua pertimbangan itu
menyebabkan aku menarik kesimpulan bahwa Jefferson Hope bisa ditemukan di antara para kusir
kereta di London.
"Aku percaya Hope masih melanjutkan pekerjaannya, meskipun ia sudah berhasil
melaksanakan misinya. Ia pasti tak mau menimbulkan kecurigaan dengan berhenti secara tiba-tiba.
Aku juga yakin ia tidak menggunakan nama palsu. Untuk apa ia mengganti namanya? Di
London ini tak seorang pun mengenalnya! Oleh karena itu kuorganisir satuan detektif jalananku,
dan mengirim mereka secara sistematis ke setiap pemilik taksi di London hingga mereka
menemukan orang yang kuinginkan. Betapa bagusnya keberhasilan mereka, dan betapa cepatnya
aku mengambil keuntungan dari hal itu, masih segar dalam ingatanmu. Pembunuhan Stangerson
merupakan kejadian yang tidak terduga dan hampir mustahil dicegah. Karena kematiannya, aku
mendapatkan pil-pil beracun yang keberadaannya sudah kuduga sebelumnya. Kaulihat, seluruh
kejadian ini hanyalah rangkaian-rangkaian logis yang bisa kita telusuri setapak demi setapak."
"Luar biasa!" seruku. "Keberhasilanmu seharusnya diketahui umum. Kau seharusnya
menulis buku tentang kasus ini. Kalau kau tidak mau, biar aku yang melakukannya."
"Silakan melakukan apa pun yang kauinginkan, Dokter," jawab Holmes. "Lihat ini!"
lanjutnya sambil mengulurkan koran kepadaku.
Koran tersebut Echo terbitan hari ini,
dan paragraf yang ditunjuk Holmes mengulas
kasus yang sedang kami bicarakan.
"Masyarakat," demikian bunyi artikel
tersebut, "kehilangan sensasi besar akibat
kematian Hope yang tiba-tiba. Hope adalah
tersangka dalam kasus pembunuhan Mr.
Enoch Drebber dan Mr. Joseph Srangerson.
Rincian kasus ini mungkin tidak akan pernah
diketahui, namun kami memperoleh
informasi dari sumber yang dapat dipercaya
bahwa pembunuhan ini ada hubungannya dengan Mormonisme serta persaingan cinta. Tampaknya kedua korban, di masa mudanya,
merupakan anggora Latter Day Saints, dan Hope dikabarkan juga berasal dari Salt Lake City. Kasus
ini merupakan contoh nyata tentang kehebatan satuan detektif polisi kita dan pantas menjadi
pelajaran bagi semua orang asing. Mereka sebaiknya tidak membawa-bawa masalah ke tanah
Inggris; perseteruan di antara mereka hendaknya diselesaikan di negeri sendiri. Sudah menjadi
rahasia umum bahwa penangkapan Hope sepenuhnya berkat kerja keras kedua detektif Scotland
Yard yang terkenal, yaitu Mr. Lestrade dan Mr. Gregson. Tersangka ditangkap di rumah Mr.
Sherlock Holmes, derektif amatir yang cukup berbakat dan memiliki kesempatan besar untuk maju
di bawah bimbingan kedua detektif profesional. Dalam waktu dekat Mr. Lestrade dan Mr. Gregson
akan memperoleh penghargaan atas prestasi mereka."
"Sudah kukatakan pada waktu kita mulai, bukan?" seru Holmes sambil tertawa. "Inilah hasil
Penelusuran Benang Merah kita... penghargaan untuk Lestrade dan Gregson!"
"Tidak apa-apa," hiburku. "Aku sudah mencatat semua faktanya dalam buku harianku, dan
kelak aku akan mempublikasikannya. Sementara itu, kau harus puas dengan mengetahui bahwa
kaulah yang berhasil, seperti kata orang Romawi...
'Populus me sibilat, at mihi plaudo
Ipse domi simul ac nummos contemplar in arca."'
TAMAT.
Salam Sherlockian.
0 komentar:
Posting Komentar